Berhentilah Jadi Gelas

Seorang guru sufi mendatangi seorang muridnya ketika wajahnya belakangan ini selalu tampak murung.

"Kenapa kau selalu murung, nak? Bukankah banyak hal yang indah di dunia ini? Ke mana perginya wajah bersyukurmu?" sang Guru bertanya.

"Guru, belakangan ini hidup saya penuh masalah. Sulit bagi saya untuk tersenyum. Masalah datang seperti tak ada habis-habisnya," jawab sang murid muda.

Sang Guru terkekeh. "Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam. Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu." Si murid pun beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan gurunya itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana yang diminta.

"Coba ambil segenggam garam, dan masukkan ke segelas air itu," kata Sang Guru. "Setelah itu coba kau minum airnya sedikit." Si murid pun melakukannya. Wajahnya kini meringis karena meminum air asin.

"Bagaimana rasanya?" tanya Sang Guru.

"Asin, dan perutku jadi mual," jawab si murid dengan wajah yang masih meringis.

Sang Guru terkekeh-kekeh melihat wajah muridnya yang meringis keasinan.

"Sekarang kau ikut aku." Sang Guru membawa muridnya ke danau di dekat tempat mereka. "Ambil garam yang tersisa, dan tebarkan ke danau." Si murid menebarkan segenggam garam yang tersisa ke danau, tanpa bicara. Rasa asin di mulutnya belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa asin dari mulutnya, tapi tak dilakukannya. Rasanya tak sopan meludah di hadapan mursyid, begitu pikirnya.

"Sekarang, coba kau minum air danau itu," kata Sang Guru sambil mencari batu yang cukup datar untuk didudukinya, tepat di pinggir danau.

Si murid menangkupkan kedua tangannya, mengambil air danau, dan membawanya ke mulutnya lalu meneguknya. Ketika air danau yang dingin dan segar mengalir di tenggorokannya, Sang Guru bertanya kepadanya, "Bagaimana rasanya?"

"Segar, segar sekali," kata si murid sambil mengelap bibirnya dengan punggung tangannya. Tentu saja, danau ini berasal dari aliran sumber air di atas sana. Dan airnya mengalir menjadi sungai kecil di bawah. Dan sudah pasti, air danau ini juga menghilangkan rasa asin yang tersisa di mulutnya.

"Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi?"

"Tidak sama sekali," kata si murid sambil mengambil air dan meminumnya lagi. Sang Guru hanya tersenyum memperhatikannya, membiarkan muridnya itu meminum air danau sampai puas.

"Nak," kata Sang Guru setelah muridnya selesai minum. "Segala masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih. Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kau alami sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadar oleh Allah, sesuai untuk dirimu. Jumlahnya tetap, segitu-segitu saja, tidak berkurang dan tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun demikian. Tidak ada satu pun manusia, walaupun dia seorang Nabi, yang bebas dari penderitaan dan masalah."

Si murid terdiam, mendengarkan.

"Tapi Nak, rasa `asin' dari penderitaan yang dialami itu sangat tergantung dari besarnya 'qalbu'(hati) yang menampungnya. Jadi Nak, supaya tidak merasa menderita, berhentilah jadi gelas. Jadikan qalbu dalam dadamu itu jadi sebesar danau." (From : Suluk - Blogsome)
READ MORE - Berhentilah Jadi Gelas
posted under | 0 Comments

Bisnis itu permainan bukanlah ilmu pengetahuan

Selama kita merasa belum familiar dan takut memulai bisnis, biasanya yang timbul di pikiran kita adalah: “belajar!”. Pilihannya mungkin dengan jalan mengambil program S2 dan jadi seorang MBA, atau ikut sebanyak-banyaknya seminar dan pelatihan, atau bisa juga dengan berguru dan mengabdi pada seorang begawan bisnis.

Kira-kira, sudah selaraskah alur pemikiran yang sedemikian dengan apa yang terjadi pada kenyataannya? Mari kita telaah.Kebanyakan dari kita berbisnis karena ingin sukses, lalu menjadi kaya raya. Kita membayangkan, betapa enak dan hebatnya bila kita dapat sesukses dan sekaya Bill Gates atau Donald Trump. Menurut pandangan masyarakat pada umumnya, mereka itulah orang-orang sukses yang sebenar-benarnya. Merekalah sosok-sosok pebisnis yang prestasinya membuat banyak orang terobsesi. Maka tidak heran jika para pakar pun berusaha menyadap dan mempelajari segala hal yang ada pada orang-orang sukses itu, dengan harapan dapat mentransfer nilai-nilai kesuksesannya kepada orang-orang lain yang juga ingin menjadi figur sukses.

Mereka berpendapat bahwa: “Leaders are made, not born”.Selanjutnya, segala sepak terjang yang dilakukan oleh para pebisnis tersebut, dikumpulkan, dipilah-pilah, lalu dianalisis. Dari analisis itu dibuat teori-teori. Hasilnya, muncullah berbagai teori kesuksesan yang terkemas dalam materi-materi “ilmu bisnis”, wacana profesionalisme, ilmu kepemimpinan (leadership), dan lain sebagainya. Orang-orang awam memang ingin sekali menemukan cara-cara yang bisa membantu mereka untuk secara cepat mencapai kesuksesan. Semacam rel kereta yang tinggal diikuti saja akan mengantar orang tiba di gerbang kejayaan. Namun demikian, apa benar kalau kita ingin menjadi figur sukses -- lebih spesifiknya pebisnis sukses -- harus menempuh perjalanan yang sarat dengan teori-teori kesuksesan seperti itu?

Dari berbagai catatan yang ada, tampaknya tidak demikian. Banyak sepak-terjang yang dilakukan oleh para pemimpin bisnis dunia tidak mencerminkan bahwa kesuksesan mereka disebabkan pembelajaran yang sungguh-sungguh dalam ilmu bisnis, profesionalisme dan teori kepemimpinan. Tidak juga pengetahuan ekonomi, teori-teori tentang kebebasan finansial, ilmu marketing dan lain sebagainya. Pun, tidak karena mereka rajin mengikuti seminar kesuksesan atau lokakarya tentang strategi bisnis.Di lain pihak, banyak pemimpin bisnis ternyata merupakan orang-orang yang justru tidak suka belajar, malas sekolah, dan hanya ingin bermain-main saja. Boro-boro ikut seminar atau lokakarya. Lho kok bisa? Ada beberapa contoh kasus. Yang pertama, Thomas Alva Edison. Nama ini sudah kita tahu sejak di bangku SD bukan? Namun, tentunya kita kenal Edison lebih sebagai tokoh ilmu pengetahuan, karena sekolah memfokuskan ajaran hanya pada penemuan atas lampu pijar dan berbagai temuan teknis lain yang dilakukannya.

Maka jarang kita memperhatikan bahwa sesungguhnya Thomas Alva Edison adalah juga seorang pengusaha besar yang sukses. Ia adalah pemilik dan pendiri berbagai perusahaan dengan nama-nama seperti Lansden Co. (mobil/otomotif), Battery Supplies Co. (baterai), Edison Manufacturing Co. (baterai dsb), Edison Portland Cement Co. (semen dan beton), North Jersey Paint Co. (cat), Edison General Electric Co. (alat listrik dll), dan banyak lainnya. Salah satu yang masih berjaya sampai sekarang adalah General Electric.Apakah untuk mencapai itu semua Edison harus bersusah-payah mengikuti berbagai sekolah dan pendidikan tinggi? Atau mengikuti seminar kelas dunia yang diselenggarakan oleh para pakar kesuksesan, pakar bisnis atau pakar financial freedom? Ternyata tidak. Figur Edison adalah figur pemalas yang hanya tahan 3 minggu bersekolah. Ia lebih suka bermain-main dengan perkakas, dengan kawat dan dengan listrik. Itu kesenangannya dan dengan itu ia sukses.Contoh lain adalah Kenji Eno. Ia juga tidak suka sekolah. Ia cuma suka bermain-main dengan permainan, istimewanya dengan video games. Kelas 2 SMA berhenti sekolah terus nganggur. Lalu dapat kerja di perusahaan perangkat lunak, sampai akhirnya ia berhasil mendirikan perusahaan perangkat lunaknya sendiri yang dinamakan WARP. Dalam tempo beberapa tahun saja Kenji Eno mampu membawa perusahaannya menjadi perusahaan video games terhebat di dunia yang diakui oleh tokoh-tokoh industri.Fenomena-fenomena yang dibuat oleh orang-orang semacam Edison dan Kenji Eno ini memberi kesan kepada kita semua bahwa bisnis itu sebenarnya lebih dekat kepada sebuah permainan, dan terlalu jauh untuk diperlakukan sebagai sebuah ilmu pengetahuan. Gede Prama yang dikenal sebagai pakar manajemen (bahkan dijuluki Stephen Covey Indonesia), mengomentari fenomena Kenji Eno sebagai kesuksesan dari kebebasan berfikir yang mampu melompat, karena belum terkena polusi-polusi yang dibuat sekolah.Menurut saya, adalah keliru mempelajari fenomena pemimpin, untuk menciptakan pemimpin. Demikian juga, keliru mempelajari fenomena pebisnis sukses, untuk mencetak pebisnis sukses. Sebab, fenomena pemimpin (atau pebisnis) adalah fenomena manusia, yang tidak sama dengan fenomena alam. Kalau Isaac Newton mempelajari peristiwa jatuhnya buah apel ke tanah (fenomena alam) dan kemudian menemukan hukum gavitasi, maka itu oke-oke saja. Karena fenomena alam tidak berubah, hukum gravitasi pun akan tetap abadi.Akan tetapi, mempelajari fenomena manusia pasti akan menimbulkan frustrasi. Sebab, manusia merupakan mesin perubahan, sehingga tidak akan ada fenomena manusia yang tinggal tetap abadi sepanjang masa, berlawanan dengan yang kita lihat pada peristiwa jatuhnya buah apel. Pemimpin, dalam bidang apa pun termasuk bisnis, adalah sosok manusia yang bebas, yang bertindak semaunya tanpa memperhatikan teori mau pun kaidah, sehingga nyaris percuma kalau kita ingin mempelajari dan mengikuti jejak sepak terjangnya.

Coba lihat, pada saat terjadinya resesi ekonomi dunia tahun 1929, semua orang berdasarkan teori-teori yang ada, berusaha untuk berlaku sehemat mungkin. Tapi sebaliknya, Matsushita si raja elektrik dari Jepang malah royal mengeluarkan uang. Seakan uang itu tidak lebih dari mainan saja layaknya. Meski pun bukan tanpa alasan dia berlaku demikian.Lihat juga Kim Woo Chong, pendiri imperium Daewoo. Ketika semua pengusaha (juga dengan teori-teori yang ada) berkonsentrasi memasuki pasar negara-negara kaya semacam Amerika dan Eropa, ia malah dengan santainya masuk ke pasar-pasar “keras” seperti Iran, Sudan dan Rusia serta negara-negara blok timur.“Kesia-siaan” mempelajari dan berusaha mengikuti sepak terjang para pemimpin bisnis bisa dirasakan secara langsung di lapangan. Saat pertama kali Harvard Business Review mempublikasikan konsep pemasaran yang beken dengan “Marketing Mix” 4P (product, price, place dan promotion), nyaris semua pengusaha serta pakar bisnis menganut konsep ini secara fanatik. Begitu juga dengan perguruan-perguruan tinggi dan sekolah manajemen.Tapi, tidak terlalu lama, sebagai akibat “ulah” para pemimpin bisnis yang gemar bermain-main, perubahan tren perekonomian dan industri memaksa para pakar dan pembelajar merubah lagi konsepnya dengan 6P, 8P bahkan yang terakhir disebutkan sebagai 12P.

Terus bagaimana? Kalau kita harus bersiaga setiap saat untuk belajar dan tidak ketinggalan zaman dengan ilmu marketing, kapan kita berbisnis?Saya rasa kita semua banyak yang terjebak dan hanyut dalam “arus ilmu pengetahuan” yang dibuat oleh mereka yang “pakar ilmu pengetahuan”, sehingga kita tidak sempat lagi berinovasi yang justru merupakan kunci sukses bisnis. Kita malah terus menerus “dipaksa” mengejar ketinggalan ilmu pengetahuan tanpa tahu di mana ujung pangkalnya.Pertanyaannya: ”Sebenarnya kita mau jadi pebisnis atau mau jadi ilmuwan sih?”Saya sendiri yakin bahwa bisnis dan kesuksesan itu adalah semacam permainan saja. Seperti apa yang dikatakan oleh William Cohen dalam tulisannya “The Art Of The Leader” : “Success is acquired by playing hard, not by working hard..”.Mengacu pada obsesi banyak orang tentang Bill Gates dan Donald Trump sebagaimana disebut di atas, perlu diketahui bahwa kedua orang tokoh ini pun mencapai sukses dari kesenangannya bermain-main. Bill Gates sejak masih berusia 13 tahun sudah bermain-main dengan perangkat lunak komputer, dan dengan itu ia menjadi salah satu orang terkaya di dunia. Donald Trump juga sejak kecil selalu bermain-main ke kantor ayahnya, Fred Trump. Dia suka sekali melihat-lihat maket gedung dan pencakar langit, sebelum tertarik dengan bidang bisnis sang ayah, yaitu properti. Dan jadilah Donald Trump seorang Raja Properti.Terakhir yang ingin saya sampaikan adalah, orang yang mempelajari ilmu kepemimpinan tidak akan menjadi pemimpin. Tapi, orang yang mencoba menjadi pemimpin, akan menjadi pemimpin. Demikian juga, orang yang mempelajari ilmu bisnis, tidak akan menjadi pebisnis. Tapi, orang yang mencoba menjadi pebisnis, akan menjadi pebisnis.
Rusman HakimPengamat Kewirausahaan
E-mail: rusman@gacerindo.com
READ MORE - Bisnis itu permainan bukanlah ilmu pengetahuan
posted under | 0 Comments

Power of The Verbs

Dalam suatu seminar, seorang peserta berkeluh-kesah kepada Stephen Covey, bahwa kehidupan rumah tangganya tidak bahagia. Ia dan isterinya sudah tidak sepaham lagi, sehingga terlalu banyak pertengkaran yang terjadi. Oleh sebab itu, ia ingin Covey memberinya jalan keluar. “Apa yang harus saya lakukan, Tuan Covey?” demikian ia bertanya.Setelah berfikir sejenak Stephen Covey menjawab: “Cintai isterimu..”

Sang penanya tertegun, lalu ia menegaskan: “Anda tahu Stephen, saya sudah tidak cinta lagi pada isteri saya. Jadi apa yang harus saya perbuat?” “Cintai isterimu..”, Stephen Covey mengulangi jawabannya.“Anda tentu tidak mengerti bahwa sesungguhnya sudah tidak ada lagi perasaan cinta di hati saya terhadap dia..” sang peserta tetap pada pendiriannya.“Kawan..! Yang saya maksud di sini adalah ‘cinta’ dalam kata kerja. Bukan ‘perasaan cinta’ sebagai kata benda atau kata keadaan.

Jadi Anda harus mencintai isteri Anda dalam kata kerja. Lakukanlah, cintai isteri Anda dan Anda akan menemukan cinta itu kembali..”Meski petikan dialog di atas kelihatan sederhana, namun sebenarnya yang dibahas oleh Stephen Covey adalah sebuah kunci kesuksesan hidup. Sebuah “resep rahasia” yang akan mampu menuntun manusia ke arah kebahagiaan sejati dalam kehidupan yang hingar-bingar ini. Mengapa demikian?Sebagian besar orang memang lebih banyak menggantungkan kebahagiaan hidupnya pada “kata benda” atau “kata keadaan”. Lebih tepatnya, pada “sesuatu” baik berupa benda, orang atau pun lingkungan.

Yang lebih mengherankan adalah kenyataan bahwa rata-rata manusia hanya mau atau hanya bisa berbahagia, kalau ada alasan tertentu untuk itu. Coba perhatikan kalimat-kalimat di bawah ini:
  • “Saya akan sangat berbahagia bila saya berhasil menjadi orang kaya..!”
  • “Mobil mewah itu sungguh bagus, berteknologi tinggi serta memberikan prestise tersendiri. Alangkah berbahagianya bila saya dapat memilikinya..”
  • “Dunia serasa gelap, dan tiada lagi kebahagiaan yang tersisa semenjak saya ditinggal oleh kekasih yang sangat saya cintai..”
  • “Hari mendung menjelang hujan lebat, jalanan macet pula. Hati saya benar-benar tertekan hari ini..”

Empat contoh kalimat di atas menunjukkan secara jelas, betapa banyak orang yang menggantungkan kebahagiaanya pada keadaan (kekayaan), pada benda (mobil mewah), pada orang (kekasih) dan pada lingkungan (cuaca mendung dan jalan macet).Padahal, kalau kita mau berfikir jernih, mengapa pula kebahagiaan itu harus dilekatkan pada hal-hal di luar kita, baik benda, orang, keadaan mau pun lingkungan? Kekuatan Kata Kerja Sejak kelahiran manusia pertama di atas bumi, Tuhan Yang Maha Esa telah memberi perintah agar manusia aktif bekerja untuk dapat mempertahankan hidup.

Dalam segala hal, manusia harus “taking action”, maka itu artinya ia harus selalu berada dalam lingkup kata kerja.Patut disyukuri bahwasanya kesadaran dan etos kerja manusia secara fisik berkembang pesat, sehingga tingkat kemajuan teknologi di dunia industri sekarang sudah sedemikian majunya.Namun apa lacur, kalau pun kekuatan kata kerja telah mampu membawa kemajuan di tingkat fisik, tidak demikian halnya di tingkat mental.

Hampir semua orang berfikir bahwa kekuatan kata kerja hanya berlaku atas segala sesuatu yang kita kerjakan secara fisik. Nyaris tidak pernah terfikir bahwa kekuatan kata kerja juga berlaku atas aktivitas-aktivitas mental dan emosi.Ambil contoh, emosi-emosi negatif seperti kecewa, marah, takut atau perasaan tertekan, adalah unsur-unsur mental yang dianggap sebagai suatu “keadaan” atau “kondisi”, yang terjadi sebagai akibat pengaruh-pengaruh dari luar. Karena merupakan akibat dari pengaruh luar, maka emosi-emosi semacam itu tidak dapat dikontrol oleh yang bersangkutan.

Nyaris tidak ada orang yang mau berspekulasi bahwa emosi sebenarnya juga merupakan aktivitas manusia yang bisa dikendalikan oleh yang empunya tubuh. Aktivitas yang tentunya bisa dilakukan oleh manusia berdasarkan “kata kerja”. Penyanyi seriosa sekaliber Surti Suwandi atau Pranawengrum, mampu menstimulir dirinya saat menyanyikan lagu sedih, sampai menangis mengeluarkan airmata yang tidak sedikit. Demikian juga apa yang dilakukan oleh para penyanyi opera dan artis film drama.Hal tersebut merupakan bukti kecil dan sederhana, bahwa emosi pun bisa “dilakukan”. Dan itulah juga yang sesungguhnya dimaksud oleh Stephen Covey, bahwa “cinta” bukanlah sekadar keadaan emosi yang terjadi dengan sendirinya. Cinta adalah juga sebuah aktivitas manusia yang bisa dilakukan kapan saja sesuai dengan inisiatif si pelaku.

Bahagia dan Sukses Juga Merupakan Kata KerjaKita perlu prihatin, bahwa sebagian besar orang menganggap seakan-akan kebahagiaan hanya akan datang kalau ada pemicunya, apakah itu berupa harta benda, perhatian atau kasih sayang seseorang, atau stimulus lain.Hal ini perlu dikoreksi. Sesungguhnya, kebahagiaan dapat dikendalikan sesuai dengan inisiatif orang yang bersangkutan. Jim Dorner, seorang tokoh kepemimpinan pernah mengatakan bahwa manusia sudah sepantasnya berbahagia, dan itu bisa diperoleh cukup dengan mengatakan: ”I want to be happy! I don’t want to be unhappy!”, tanpa mengait-ngaitkannya dengan faktor luar.Memang, sesuai dengan hukum sebab dan akibat, segala sesuatu yang terjadi senantiasa karena ada suatu alasan yang melatarbelakanginya. Kekeliruan yang selama ini dilakukan oleh banyak orang sehingga mereka sulit untuk merasa bahagia secara terus menerus adalah bahwa latar belakang kebahagiaan mereka selalu diletakkan pada obyek-obyek luar yang mudah lenyap serta di luar kendalinya.

Padahal, sumber-sumber daya yang permanen ada pada diri kita sendiri merupakan alasan terbaik untuk kita bisa selalu merasa bahagia. Apa saja? Banyak, antara lain keyakinan akan diri, kepiawaian dalam bidang-bidang tertentu, profesionalisme, semangat dan daya juang, naluri avonturisme, proaktivitas, motivasi, visi, serta kedekatan kita dengan Tuhan. Dengan latihan dan kesadaran akan berbagai kemampuan pribadi inilah, pada akhirnya kita akan terbiasa untuk berbahagia setiap saat, tanpa perlu melihat materi luar apa yang kita miliki.Pertanyaannya adalah, bagaimana mungkin komponen-komponen tak kasat mata (intangible) seperti semangat, kepiawaian, motivasi, kepercayaan diri dan sebagainya itu dapat menjadi alasan untuk kita berbahagia? Bukankah lebih realistis kalau orang merasa bahagia karena memperoleh banyak uang, memiliki rumah besar dan mobil mewah?Seperti telah disinggung di atas, uang, rumah besar, mobil mewah dan bahkan kasih sayang orang lain, adalah unsur-unsur luar yang tidak sepenuhnya berada di bawah kendali kita. Sifatnya situasional, sehingga setiap saat bisa saja lenyap dari kepemilikan kita.Sebaliknya, kemampuan diri pribadi merupakan “mesin kehidupan” yang kita miliki secara abadi, tidak akan hilang sepanjang hayat masih dikandung badan. Uang, mobil serta harta benda lainnya mudah diperoleh asalkan kita mau bekerja memanfaatkan “mesin kehidupan” tersebut secara tepat dan benar.Silahkan direnungkan.(rh)

*** Artikel ini dapat Anda baca juga di portal wirausaha http://www.gacerindo.com, dilengkapi dengan gambar.

Rusman HakimPengamat KewirausahaanLifeWisdom Presenter

E-mail: rusman@gacerindo.comPortal: http://www.gacerindo.com

READ MORE - Power of The Verbs
posted under | 0 Comments

Dalam hidup ini hanya ada 3 hari

Dalam hidup ini hanya ada 3 hari, yaitu

Yang pertama;
Hari kemarin. (PAST)
Anda tak bisa mengubah apa pun yang telah terjadi.
Anda tak bisa menarik perkataan yang telah terucapkan.
Anda tak mungkin lagi menghapus kesalahan;
dan mengulangi kegembiraan yang anda rasakan kemarin.
Biarkan hari kemarin lewat; lepaskan saja...

Yang kedua:
Hari esok. (FUTURE)
Hingga mentari esok hari terbit,
Anda tak tahu apa yang akan terjadi.
Anda tak bisa melakukan apa-apa esok hari.
Anda tak mungkin sedih atau ceria di esok hari.
Esok hari belum tiba; biarkan saja...


Yang tersisa kini hanyalah :
Hari ini. (PRESENT)
Pintu masa lalu telah tertutup;
Pintu masa depan pun belum tiba.
Pusatkan saja diri anda untuk hari ini.
Anda dapat mengerjakan lebih banyak hal hari ini
bila anda mampu memaafkan hari kemarin dan melepaskan
ketakutan akan esok hari.
Hiduplah hari ini. Karena, masa lalu dan masa depan
hanyalah permainan pikiran yang rumit.
Hiduplah apa adanya.
Karena yang ada hanyalah hari ini; hari ini yang abadi.


Perlakukan setiap orang dengan kebaikan hati dan rasa hormat, meski mereka berlaku buruk pada anda. Cintailah seseorang sepenuh hati hari ini, karena mungkin besok cerita sudah berganti. Ingatlah bahwa anda menunjukkan penghargaan pada orang lain bukan karena siapa mereka, tetapi karena siapakah diri anda sendiri

Jadi teman, jangan biarkan masa lalu mengekangmu atau masa depan membuatmu bingung, lakukan yang terbaik HARI INI dan lakukan SEKARANG juga!!!!!!

The day will come when you will review your life
and be thankful for every minute of it.
Every hurt, every sorrow, every joy, every
celebration, every moment of your life will be a
treasure. This is why today is called a PRESENT

Submitted by Herri
READ MORE - Dalam hidup ini hanya ada 3 hari
posted under | 0 Comments

Yang Paling Bertanggung Jawab.

Kalau Anda ingin menyalahkan orang yang paling bertanggung jawab atas kegagalan Anda dalam hidup, maka Anda bisa mulai dengan menyalahkan diri sendiri? Kenapa demikian?

Karena Andalah sendiri yang mengambil keputusan untuk gagal. Bukan atasan Anda yang galak. Bukan anak buah Anda yang susah diatur. Bukan istri Anda yang tidak sejalan. Bukan suami Anda yang tidak pengertian. Bukan teman di kantor yang menggosipkan Anda. Tetapi karena Anda sendirilah yang memutuskan, mengambil keputusan dengan penuh kesadaran, untuk gagal.

Seorang pesenam dari Jepang meraih medali emas impiannya setelah menari dengan indah di Olympiade. Padahal hari sebelumnya, tumitnya retak dan dokter mengatakan di akan cacat seumur hidupnya. Rasa sakit dikalahkan oleh kemauan yang kuat untuk mempersembahkan medali emas bagi negaranya.

Sepasang mahasiswa drop-out memulai sebuah perusahaan software kecil-kecilan yang sama sekali tidak diperhitungkan akan menjadi besar. Kini Bill Gates dan Tim Allen merupakan dua orang legenda software dunia, padahal hanya berijazahkan high school (SMA).

Seorang veteran perang dunia pertama menawarkan resep masakan keluarganya kepada lebih dari seribu orang yang dinilainya dapat memberinya modal usaha mengembangkan restoran. Seribu orang itu menolaknya. Tapi ia tidak menyerah. Bayangkan bila saat itu Kolonel Sanders memutuskan berhenti pada penolakan yang ke 999, hari ini kita tidak akan mengenal Kentucky Fried Chicken.

Ketika percobaan lampunya yang ke-sekian ratus gagal, Thomas Alfa Edison berkata pada seorang wartawan, "Saya tidak gagal! Bahkan saya baru saja berhasil menemukan cara ke 879 untuk tidak membuat lampu!"

Pantang menyerah.

Sukses Anda, bukan nasib. Sukses adalah sesuatu yang hanya dapat dicapai dengan harta, keringat, air mata dan kadang juga darah. Pada prinsipnya, tidak ada orang yang gagal. Yang ada hanya orang yang "memutuskan untuk berhenti" sebelum mencapai sukses.
READ MORE - Yang Paling Bertanggung Jawab.
posted under | 0 Comments

Berlayarlah Menuju Pantai Harapan.

Anda adalah perahu kokoh yang sanggup menahan beban, terbuat dari kayu terbaik, dengan layar gagah menentang angin.

  • Kesejatian anda adalah berlayar mengarungi samudra, menembus badai dan menemukan pantai harapan. Sehebat apapun perahu diciptakan, tak ada gunanya bila hanya tertambat di dermaga. Dermaga adalah masa lalu anda. Tali penambat itu adalah ketakutan dan penyesalan anda. Jangan buang percuma seluruh daya kekuatan yang dianugerahkan pada anda. Jangan biarkan masa lalu menambat anda di situ. Lepaskan diri anda dari ketakutan dan penyesalan. Berlayarlah. Bekerjalah.


  • Yang memisahkan perahu dengan pantai harapan adalah topan badai, gelombang dan batu karang. Yang memisahkan anda dengan keberhasilan adalah masalah yang menantang. Di situlah tanda kesejatian teruji. Hakikatnya perahu adalah berlayar menembus segala rintangan. Hakikat diri anda adalah berkarya menemukan kebahagiaan.
READ MORE - Berlayarlah Menuju Pantai Harapan.
posted under | 0 Comments
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Gambar (3)

Gambar (3)
Hidup Butuh Uang,, Tapi Uang Bukan Segala-galanya Kawan...

Gambar (2)

Gambar (2)
Minangkabau tanah nan den cinto.... Pusako Bundo nan Dahulunyo. Rumah Gadang........

Gambar (1)

Gambar (1)
Bisnis yang sedang kami rintis..........
Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.

Followers


Recent Comments